Ada Beberapa alasan yang membuat saya yakin kenapa kita tidak perlu khawatir dengan kecelakaan di PLTN Fukushima unit 1 dan masalah yang terjadi di PLTN Fukushima unit 3″
Pasca terjadi ledakan di PLTN Fukushima Unit 1, beberapa surat kabar Indonesia sering memberitakan bahwa Jepang berada di tengah krisis nuklir dengan konsekuensi potensial yang mengerikan seperti kecelakaan-kecelakaan di Chernobyl atau di TMI (Three Miles Islands).
Pemberitaan-pemberitaan seperti ini tentu saja hanya membuat kita dan keluarga kita yang berada di Indonesia yang tidak mengerti tentang PLTN menjadi sangat panik pada saat membacanya.
Membuat semua orang mengerti apa yang sedang terjadi saat ini tanpa harus membuat pembaca menjadi lebih panik adalah informasi yang dibutuhkan saat ini untuk teman-teman yang sedang berkuliah di Jepang dan keluarganya.
Disini saya mencoba untuk menyampaikan pendapat saya, dan saya mengatakan bahwa teman-teman disini tidak perlu khawatir dengan keadaan ini, jarak Tokyo dan Fukushima sejauh 250-300 km, masih dalam radius yang sangat aman.
Adapun pendapat saya adalah sebagai berikut :
1. Gempa terbesar dan terdekat dengan PLTN Onna-gawa dan Fukushima dari tanggal 11 Maret 2011 pun, masih tetap membuat fungsi pembangkit bekerja sesuai dengan yang direncanakan pada kondisi darurat.
Sistem pendingin yang tidak beroperasi, terjadi ledakan di unit 1 dan 3 bukan berarti keadaan PLTN saat ini bertambah parah, reaktor masih berfungsi sesuai dengan desain awalnya pada kondisi terburuk sekalipun.
Meski tergolong tua, PLTN Fukushima memiliki tingkat dan sistem pengamanan yang modern. PLTN Fukushima telah dirancang untuk menahan gempa berskala hingga 9 SR dan ancaman tsunami.
2. Upaya yang dilakukan ahli-ahli nuklir di Jepang saat ini (Fukushima unit 1 dan 3), cuma merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk meminimalisir kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan sisa panas hasil energi peluruhan. Tidak ada peningkatan intensitas radiasi, dalam artian disini tidak diperlukan pengungsian lebih luas lagi kedepannya.
Reaktor sudah tidak beroperasi. Jadi kecelakaan reaktor ini tidak sama seperti kasus Chernobyl ataupun There Miles Island (TMI), dimana kedua kasus itu terjadi disaat reaktor masih bekerja 100 %
3. Pasca terjadi ledakan, Jepang mengumumkan bahwa tidak terjadi kerusakan pada reaktor dan primary containment-nya. Dan walaupun zat cesium dan zat iodium terdeteksi disekitar pembangkit Fukushima pada saat terjadi ledakan di unit 1, tidak ada korban jiwa akibat radiasi, dan terbukti zat semi-radioaktif ini memiliki waktu paruh yang sangat pendek. Pendek disini dalam artian cuma beberapa menit saja.
4. Reaktor didesain mengikuti filosofi “Defense of Depth”. Desain pembangkit dirancang dengan keamanan berlapis-lapis untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk. Untuk kasus PLTN Fukushima dengan paparan sebagai berikut :
a. Reaktor langsung berhenti seketika sesaat setelah terjadi gempa.
b. Dalam kasus Reaktor Fukushima unit 1 dan 3, sistem pendingin dinyatakan gagal akibat generator diesel yang rusak pasca tsunami.
c. Sistem power supply dalam kondisi darurat selain generator diesel juga didesain dengan back-up baterei-nya yang memiliki waktu paruh 8 jam. Apabila sesaat setelah reaktor shut-down, langsung dikirimkan generator diesel tambahan ke lokasi, saya yakin tidak akan ada permasalahan seperti ini. Dalam kasus Fukushima unit 1 disini, murni disebabkan karena kekurangsiapan engineer Jepang dalam menghadapi situasi darurat.
d. Walaupun engineer Jepang masih belum terlatih untuk kondisi seperti ini saja PLTN masih bisa dikatakan aman. Jadi memang PLTN disini dari awal sudah dirancang untuk segala kondisi terburuk termasuk kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh manusia.
e. Ledakan besar terjadi di bangunan reaktor, namun reaktor tidak mengalami masalah sama sekali dan tidak ada peningkatan radiasi zat radioaktif.
5. Jepang sangat bergantung dengan pembangkit listrik tenaga nuklir, dengan pengalaman seperti ini, Saya yakin di masa depan Jepang akan bisa membuat teknologi PLTN yang lebih canggih lagi dari sebelumnya. Yang tahan gempa dengan kekuatan diatas 9 SR, tsunami dan segala kemungkinan bencana besar lainnya yang lebih parah lagi.
TAMBAHAN :
(Japan Atomic Energy Agency, JAEA, Badan keselamatan nuklir Jepang telah mengkategorikan kecelakaan Fukushima sebagai skala 4 dalam INES (International Nuclear and Radiological Event Scale), yaitu kecelakaan dengan konsekuensi lokal. Sebagai perbandingan, kecelakaan Chernobyl (1986) masuk ke skala 7 (paling tinggi), dan kecelakaan Three Miles Island (1979) masuk ke skala 5)
1. PLTN Fukushima adalah PLTN bertipe BWR (Boiling Water Reactor). Bahan bakar Uranium direaksikan dengan neutron sehingga menghasilkan panas dari reaksi fisinya. Energi panas ini digunakan untuk mendidihkan air di dalam reaktor. Uap air yang dihasilkan digunakan untuk menggerakan turbin untuk menghasilkan energi listrik.
2. Bahan bakar PLTN adalah Uranium Oxide, yang dibentuk slinder ukuran 1×1 cm, (seruas jari kelingking manusia) yang memiliki titik leleh sekitar 3000 derajat celcius.
3. Pelet ini kemudian disusun sepanjang 4 meter dengan menggunakan tube Zircaloy dengan titik leleh sebesar 2200 derajat celcius. Untuk pembangkit BWR, tube disusun 10×10 batang, dan kumpulan dari tube inilah yang diperjual belikan dan disebut sabagai bahan bakar dari PLTN.
Ada 5 pelindung dalam desain PLTN agar zat radioaktif tidak membahayakan lingkungan disekitar pembangkit :
1. Pelet yang memiliki titik leleh sekitar 3000 derajat celcius dan tube Zircaloy-nya sebagai pelindung I.
2. Sistem pendingin yang dapat mengontrol agar permukaan air di reaktor selalu berada di atas bahan bakar Uranium sebagai pelindung II.
3. Reaktor dengan titik leleh ratusan derajat celcius sebagai pelindung III, yang berfungsi sebagai pelindung apabila air di reaktor berada di bawah level bahan bakar.
4. Primary containment sebagai pelindung IV yang berfungsi saat vessel reaktor meleleh menjaga agar bahan radiasi tidak menyebar kemana-mana.
5. Secondary containment atau bangunan reaktor yang terbuat dari kerangka baja tebal dilapisi konkrit beton sebagai pelindung V yang menjaga agar udara di dalam bangunan tidak bercampur dengan udara luar tanpa melalui filter.