OpenBTS, Alternatif Komunikasi Selular Relatif Murah


Biaya pengadaan telekomunikasi selular memang tak murah. Tapi kini bisa disiasati dengan OpenBTS (Open Base Transceiver Station) adalah sebuah BTS GSM berbasis software, yang memungkinkan handphone GSM untuk menelepon tanpa menggunakan jaringan operator selular. OpenBTS dikenal sebagai implementasi open source pertama dari protokol standard industri GSM.
Apa kelebihan aplikasi ini? Jika menggunakan menara BTS biasa, akan memerlukan biaya miliaran rupiah, maka Open BTS hanya memakan biaya 15-25 juta rupiah. Wah kok bisa murah sekali? Ya, sebab peralatan yang digunakan lebih sederhana, dan sesuai dengan konsep open source, maka sistem operasi yang dipakai pun bebas bea lisensi.
Onno W Purbo antusias mempopulerkan aplikasi ini di Indonesia, walau bukan dia yang pertama mengembangkan OpenBTS ini, melainkan Harvind Samra dan David A Burgess.
“Biayanya, untuk hardware Universal Software Radio Peripheral (USRP) sekitar US$1500, power Amplifier   US$1000, bea masuk sekitar US$1000. Sisanya menggunakan software open source seperti Asterisk yang gratis,” jelas Onno, aktivis open source kepada Netsains.Com. Satu unit OpenBTS itu mampu menjangkau satu kecamatan.
Sementara menara BTS biasa yang dimiliki operator seluler, bisa menghabiskan biaya 3 miliar rupiah, dengan spesifikasi jauh lebih kompleks, serta melibatkan banyak sumber daya dan konfigurasi mahal.
“Jangkauan OpenBTS tergantung power amplifier dan antenanya. Kalau kita mau, bisa sama dengan BTS selular biasa ,” jelas Onno.
Di Indonesia, Onno sendiri sudah menerapkannya dalam ujicoba yang dipakainya sendiri. Temannya, Yono Kurniawan juga sudah bereksperiman dan sukses, seperti yang didemokan di sini.
OpenBTS ini menggantikan infrastruktur tradisional operator GSM. Dari yang biasanya trafik diteruskan ke Mobile Switching Center (MSC), pada OpenBTS trafik diterminasi pada box yang sama dengan cara mem-forward data ke Asterisk PBX melalui SIP dan Voice-over-IP (VoIP). Referensi air interface (Um) menggunakan software-defined radio (SDR) pada Universal Software Radio Peripheral (USRP) USB board.
Tujuan dari pengembangan OpenBTS ini adalah untuk mengurangi biaya layanan GSM di wilayah rural di negara berkembang agar bisa ditekan menjadi di bawah US$1 per bulan per pelanggan.
Tet lapangan pertama dilakukan di Nevada dan California Utara, Amerika Serikat.
Tahun 2010, sebuah sistem OpenBTS di pasang secara permanen di Nieu dan merupakan instalasi pertama yang tersambung dan dicoba oleh perusahaan telekomunikasi di sana. Niue adalah sebuah negara yang sangat kecil dengan penduduk sekitar 1700 orang yang tidak menarik bagi penyelenggara telekomunikasi mobile. Struktur biaya OpenBTS sangat cocok untuk Niue yang sangat mendambakan layanan selular tapi tidak bisa membeli sistem base station GSM konvensional.
Bagaimana di Indonesia? Apakah bisa juga digunakan masyarakat? Salah satu kendala paling urgen menurut Onno adalah masalah perizinan. Aktivis open source yang kini memperkenalkan OpenBTS ini ke Thailand ini merasa agak sulit untuk mendapatkan izin dari pemerintah dalam penggunaan OpenBTS. “Maklum, semua frekuensi GSM kan sudah di-booking operator,” komentarnya.
OpenBTS akan sangat berguna sekali di lokasi bencana, saat menara BTS mengalami kerusakan dan telekomunikasi terputus sama sekali. Maka sudah saatnya aplikasi ini dikenal masyarakat luas, dengan atau tanpa “restu” pemerintah.
Referensi:http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/OpenBTS