PENELITIAN SANAD DAN MATAN HADITS
Imam Muslim yang hidup pada abad ke – 3 H, menamakan bukunya dengan Al – Tamyiz, yang isi bahasannya adalah metodologi ktirtik hadits. Sebagian ulama hadits di abad ke – 2 H juga telah menggunakan kata al-naqd di dalam karya mereka, namun mereka tidak menampilkannya di dalam judul buku mereka tersebut. Mereka justru memberi judul bagi karya yang membahas mengenai kritik hadits ini dengan nama Al-Jarh wa al-ta’dil, yaitu ilmu yang berfungsi membatalkan dan menetapkan keotentikan riwayat dalam hadits.
Apabila kritik hadits secara sederhana diartikan sebagai upaya dan kegiatan untuk mengecek dan menilai kebenaran suatu hadits, maka aktifitas dimaksud telah ada sejak Nabi SAW masih hidup. Namun, dalam tahapan ini, aktifitas kritik hadits tersebut masih terbatas pada upaya mendatangi Rasul SAW dalam membuktikan kebenaran suatu riwayat yang disampaikan oleh sahabat yang berasal dari beliau. Pada tahapan ini juga, kegiatan kritik hadits tersebut sebenarnya hanyalah merupakan konfirmasi dan suatu proses konsolidasi agar hati menjadi tenteram dan mantap, sebagaimana halnya kasus yang dialami Nabi Ibrahim AS, yang telah dijelaskan oleh QS 2, Al-Baqarah : 260, dan bukan karena tidak mempercayai pemberitaan sahabat, sebab sahabat dalam pandangan ulama hadits tidak bersifat pembohong dan tidak saling membohongi antar satu terhadap yang lainnya.
Diantara kritik hadits dalam pengertian di atas, adalah ; hadits yang mengisahkan seorang laki-laki yang datang dari daerah pedalaman mengunjungi Rasul SAW yang ketika itu sedang berkumpul bersama para sahabat beliau. Kedatangan laki-laki tersebut yang di dalam riwayat Bukhari disebutkan bernama Dhiman ibn Tsa’labah, adalah dalam rangka mengkonfirmasikan berita yang dibawa oleh seorang sahabat utusan Rasul SAW. Diantara teks dialog tersebut adalah :
1. Pusat Penelitian Hadits di Madinah
Di Madinah, sebagaimana dijelaskan oleh ibn Hibban, muncul beberapa kritikus hadits terkemuka dari kalangan Tabi’in yang mengikuti jejak ‘Umar dan Ali dalam meneliti riwayat-riwayat hadits. Diantara mereka adalah :
a. Sa’ad ibn al-Musayyab (w. 93 H),
b. Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar (w. 106 H),
c. Salim ibn ‘Abd Allah ibn ‘Umar (w. 106 H),
d. ‘Alo ibn al-Hussain ibn ‘Ali (w. 93 H),
e. Abu Salamah ibn ‘Abd al-Rahman ibn ‘Auf (w. 94 H),
f. ‘Abd Allah ‘Abd Allah ibn ‘Utbah,
g. Kharijah ibn Zaid ibn Tasbit (w. 100 H),
h. ‘Urwah ibn al-Jubair ibn al-‘Awam (w. 94 H),
i. Abu Bakar ibn ‘Abd al-Rahman ibn al-Hadits ibn Hisyam (w. 94 H),
j. Sulaiman ibn Yasar (w. 100 H).
Pada umumnya mereka adalah para ulama dan kritikus hadits abad pertama Hijriah, meskipun ada sebagian kecil yang masih hidup sampai awal adab kedua.
Generasi tersebut di atas, selanjutnya melahirkan pula beberapa kritikus al-hadits dari generasi abad ke – 2 H, seperti :
- Al-Zuhri (w. 124 H)
- Yahya ibn Sa’id al0Anshari,
- Hisyam ibn ‘Urwah
- Sa’ad ibn Ibrahim
2. Pusat Penelitian Hadits di Irak
Di Irak kegiatan penelitian dan kritik hadits telah digalakkan pada abad pertama hijriah, Al-Tarmidzi menyebutkan telah muncul beberapa tokoh Tabi’in yang meneliti tentang keadaan Rijal (para perawi) hadits, seperti :
a. Al-Hasan al-Bashri (w. 110 H)
b. Thawus
c. Sa’id ibn Jubair
d. Ibrahim al-Nukha’i
e. Amir al Sya’bi
f. Ibn Sirin (w. 110 H).
Ibn Rajab menyebutkan bahwa ibn Sirin adalah ulama pertama yang tidak melakukan kritik rijal hadits serta melakukan pemisahan antara perawi yang tsiqat dari yang tidak tsiqat.
1) Sufyan ibn Sa’id al-Tsauri (97 – 161 H) di Kuffah,
2) Malik ibn Anas (93 – 179 H) di Madinah,
3) Syu’bah ibn al – Hajjaj (83 – 100 H) di Wasith,
4) ‘Abd al-Rahman ibn ‘Amr al-Auza’i (88 – 158 H) di Beirut,
5) Hammad ibn Salamah (w. 167 H) di Basrah,
6) Al-Laits ibn Sa’d (w. 175 H) di Mesir,
7) Hammad ibn Zaid (w. 179 H) di Mekkah,
8) Sufyan ibn ‘Uyainah (107 – 198 H) di Mekkah,
9) ‘Abd Allah ibn al-Mubarak (118 – 181 H) dari Marw,
10) Yahya ibn Sa’id a;-Qaththan (w. 198 H) dari Basrah,
11) Waki’ ibn al-Jarrah (w. 196 H) dari Kuffah,
12) ‘Abd al-Rahman ibn Mahdi (w. 198 H) dari Basrah,
13) Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (w. 204 H) dari Mesir, dan lain-lain.
Dari sejumlah nama di atas, maka yang paling terkenal adalah Syu’bah, Yahya ibn Sa’id dan ibn Mahdi.
Para ulama di atas selanjutnya melahirkan sejumlah murid yang terkenal dalam lapangan kritik hadits, diantara mereka adalah :
1) Yahya ibn Ma’in (w. 233 H) dari Baghdad,
2) ‘Ali ibn al-Madini (w. 234 H) dari Basrah,
3) Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) dari Baghdad,
4) Abu Bakr ibn Abu Syaibah (w. 235 H) dari Wasith,
5) Ishaw ibn Rahwaih (w. 238 H) dari Marw,
6) ‘Ubaid Allah ibn ‘Umar al-Qawariri (w. 235 H) dari Basrah
7) Zuhair ibn Harb (w. 234 H) dari Baghdad.
Dari para ulama yang disebutkan di atas lahir pula sejumlah ulama hadits yang terkenal dalam bidang kritik hadits yang terkenal dalam bidang kritik hadits, dan periode mereka bersama-sama dengan guru mereka adalah merupakan periode puncak untuk titik kulminasi dari studi dan kritik hadits. Para ulama tersebut adalah :
1) Muhammad ibn Yahya ibn ‘Abd Allah al-Dzuhali al-Naisaburi (w. 258 H / 870 M),
2) ‘Abd Allah ibn ‘Abd al-Rahman al-Darimi (181 – 255 H / 797 – 896 M),
3) Abu Zur’ah ‘Ubaid Allah ibn ‘Abd al-Karim ibn Yazid al-Razi (200 – 264 H / 815 – 878 M),
4) Muhammad ibn Ism’il al-Ja’fi al –Bukhari (194 – 256 H / 809 – 869 M),
5) Muslim ibn al-Hajjaj al-Naisaburi (206 – 261 H / 821 – 875 M),
6) Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats al-Sijistan (w. 275 H / 888 M),
7) Ahmad ibn Syu’aib.
Setelah mereka, lahir pula kritikus hadits seperti Muhammad ibn ‘Isa ibn Saurah al-Tirmidzi (210 – 279 H / 825 – 892 H), Ahmad ibn ‘Amr ibn ‘Abd al-Khaliq Abu Bakr al-Bazzar (w. 292 H 905 M), Ibrahim ibn Ishaq al-Harbi (198 – 285 H / 814 – 898 M), ‘Utsman ibn Sa’id al-Tamimi al-Sijistani al-Darimi (200 – 280 H/816-893 M).
A. Tujuan dan Manfaat Penelitian Sanad dan Matan
Yang menjadi objek kajian dalam kritik atau penelitian hadits adalah. Pertama, pembahasan tentang para perawi yang menyampaikan riwayat hadits atau yang dikenal dengan sebutan sanad. Kedua, pembahasan materi atau matan hadits itu sendiri.
Dengan demikian, maka penelitian hadits dapat dibagi dua, yaitu penelitian sanad dan penelitian matan. Penelitian sanad sering juga disebut dengan kritik ekstern atau al-naqd al-khariji, sedangkan penelitian matan disebut dengan kritik intern atau al-naqd al-dakhili.
B. Faktor-faktor Yang Mendorong Penelitian Sanad dan Matan
1. Kedudukan hadits sebagai sumber ajaran Islam.
2. Tidak seluruh hadits dituliskan pada masa Nabi SAW.
3. Timbulnya kegiatan pemalsuan hadits.
4. Lamanya masa Pengkodifikasian Hadits.
5. Beragamnya Metode Penyusunan Kitab-Kitab Hadits.
6. Adanya Periwayatan Hadits Secara Makna.
C. Bagian-bagian Yang Harus Diteliti
1. Sanad hadits.
Untuk mengetahui ke dhabith-an seorang perawi hadits, dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut :
a) Berdasarkan kesaksian atau pengakuan ulama yang sezaman dengannya.
b) Berdasarkan kesesuaian riwayat yang disampaikannya dengan riwayat para perawi lain yang tsiqat atau yang telah dikenal ke dhabith – annya.
c) Apabila dia sekali-kali mengalami kekeliruan, hal tersebut tidaklah merusak ke dhabith annya, namun apabila sering, maka tidak agi disebut sebagai seorang yang dhabith dan riwayatnya tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.
2. Matan hadits
a. Perbandingan hadits dengan al-qur’an
b. Perbandingan beberapa riwayat tentang suatu hadits, yaitu perbandingan antara satu riwayat dengan riwayat lainnya.
c. Perbandingan antara matan suatu hadits dengan hadits yang lain.
d. Perbandingan antara matan suatu hadits dengan berbagai kejadian yang dapat diterima akal sehat, pengamatan panca indera atau berbagai peristiwa sejarah.